Fotnewsid.blogspot.co.id
– “Pekerjaan hebat tidak dilakukan dengan kekuatan, tapi dengan
ketekunan dan kegigihan,” kata mutiara
dari Samuel Jhonson tersebut mungkin tidak sepaham dengan apa yang dirasakan
para juru parkir Sekaten tahun ini. Pekerjaan sebagai juru parkir kerap
dipandang sebelah mata dan dianggap remeh oleh sebagian orang. Namun kenyataanya
tidaklah demikian, apalagi menjadi juru parkir di acara sebesar Sekaten ini.
Penetapan Tarif Parkir Resmi
Tarif
parkir pada Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) memang selalu menjadi buah
bibir bagi para pengunjung dari tahun ketahun. Tidak sedikit pengunjung yang
berkomentar melalui akun media sosialnya mengenai mahalnya tarif parkir Sekaten.
Bahkan tidak sedikit pula yang mengeluhkan bahkan mencibir perkara tarif parkir
yang dipukul rata menjadi Rp. 5.000 untuk kendaraan roda dua. Padahal pada
cetakan resmi tertulis hanya senilai Rp. 2.000 dan ada pula yang Rp. 3.000.
Lahan parkir PMPS tahun ini
dikelola oleh warga sekitar, hal itu secara langsung diungkapkan oleh Agus Arif
selaku Camat Gondomanan. Meskipun dikelola oleh warga, tarif parkir Sekaten
tetap diatur oleh perda. Secara resmi tarif parkir untuk kendaraan roda dua
adalah Rp. 2.000 dan roda empat Rp. 10.000. Dengan adanya sosialisasi melalui
berbagai media tentang tarif parkir resmi tersebut, tentu membuat masyarakat
menganggap tarif tersebut pantas dan adil bagi mereka maupun pihak pengelola
parkir.
Curahan Hati Si Juru Parkir
Berteduh dibalik
tenda khas berwarna jingga dari rintik hujan yang tak kunjung reda, dengan
segelas teh hangat diujung meja angkringan, disalah satu sudut PMPS. Gunawan
(38) memandangi lahan parkirnya bersama teman-temannya hanya dipadati
kekosongan. Hari itu memang hujan melanda Yogyakarta hampir satu hari penuh.
“Masih heran, kenapa
ada saja yang tega menyindir kami para juru parkir ingin cepat naik haji hanya
karena tarif parkir lima ribu,” celetupnya sembari tertawa dan menghembuskan
asap rokok dari mulutnya.
“Mereka (pengunjung)
mungkin tidak pernah paham, susahnya, capeknya, dan sabarnya menjadi juru
parkir disini. Mereka juga tidak pernah tahu apa yang kita rasakan sebagai juru
parkir,” lepas lagi dari bibirnya yang tersenyum sembari menelan pahit cibiran
pengunjung.
Menurut pria yang
kerap disapa Gun tersebut harga yang diresmikan perda sangatlah tidak
manusiawi. Ia menganggap apabila para juru parkir menggunakan tarif tersebut,
maka mereka hanya pulang membawa hutang dari warung tempat mereka beristirahat.
Karenanya, para juru parkir di Sekaten sepakat menyamakan harga parkir mereka
menjadi lima ribu rupiah.
Gun mengatakan pola
pembagian sewa lahan parkir di Sekaten adalah per 20 meter dipegang oleh satu
tim dengan satu penanggung jawab. Dimana lahan sepanjang 20 meter itu mungkin
hanya dapat menampung tidak lebih dari 50 unit sepeda motor, itupun sudah
menggunakan usaha yang paling keras supaya dapat menampung sebanyak itu. Rata –
rata setiap 20 meter digarap oleh 9 sampai 10 orang juru parkir. Belum lagi setor
biaya sewa lahan perhari.
“Bayangkan saja lahan
kami hanya 20 meter, yang pegang ada 10 orang. Kenapa 10 orang ? Coba saja
sendiri, 10 orang pun lelahnya sudah tak karu karuan. Dalam lahan hanya seluas
itu menampung beberapa puluh kendaraan, dan lebih beruntung lagi apa bila ada
yang datang sore pulang tengah malam,
dan yang melakukan itu tidaklah sedikit. Saya sebagai penanggung jawab
bingung membagi penghasilan karenanya,” tambah Gun.
“Saat ramai,
katakanlah dari sore sudah mulai ramai parkiran. Namun, bisa dikatakan rata
rata pengunjung yang berada didalam sekaten menghabiskan waktu lebih dari 2 jam
bahkan ada yang sampai tutup. Apakah lima ribu sangat memberatkan ? Sepertinya
memberatkan bagi kami saja, hahaha,” tawanya mengiringi curahan hatinya
bersamaan dengan semakin deras hujan menerpa.
Dari balik meja
angkringan Saptono (42) salah satu juru parkir dilahan Gunawan turut menyahut.
“Bagaimana lagi,
penghasilan perhari yang tidak pernah lebih dari enam ratus ribu perhari,
bahkan pernah hanya dua ratus ribu karena hujan seharian, dan masih dibagi
sepuluh orang. Itupun nanti masih ditarik pajak penggunaan tiket oleh
pemerintah dipenghujung Sekaten, belum lagi kita butuh makan dan minum selama
parkir, uang lagi,” sahut Sapto.
Dari Sisi Lain
Dilema yang dirasakan
para juru parkir tidaklah pernah diketahui pengunjung. Pengunjung hanya sudi
menuntut harga parkir murah, karena fikirnya mereka hanya menitipkan sepeda
motor. Pengunjung mungkin tidak berfikir, dengan adanya motor mereka disana itu
menambah padat arus lalulintas, bahkan macet. Beruntung dengan susah payah para
juru parkir merapihkan dan menata dengan sabar motor motor supaya teratur dan
tidak memenuhi jalanan.
“Parkir Sekaten,
tarif resmi Rp2000, di cetakan karcis Rp3000, trus diblok jadi Rp5000. Wong
Jogja pancen kreatif banget ya, @JogjaUpdate,” cuitan dari akun @DanangRsilva.
“@JogjaUpdate coba
lihat kreatif nya tukang parkir dari Rp3000. Di blok jd Rp5000 masa Alla,”
tulis akun @JUAROHMAN12.
Beberapa komentar
dari warganet melalui unggahan akun twitter @jogjaupdate.
Miris Merasakan Perkataan Satir Pengunjung
Gun dan Sapto
hanyalah sampel dari seratus lebih juru parkir Sekaten yang merasakan cibiran
dari keaktifan jemari pengunjung di media sosial. Mereka juga yang merupakan
gambaran dari dua orang kepala keluarga yang menghabiskan hampir sebagian besar
harinya hanya untuk membawa beberapa lembar pecahan uang yang tak bernilai
tinggi. Bahkan tak jarang, mereka hanya pulang membawa hutang ngopi dan makan
di warung karena pemasukan tidak cukup untuk menambalnya.
“Kita boro – boro dibilang
ingin cepat naik haji dengan tarif parkir lima ribu. Buat uang jajan anak
sekolah saja kita berfikir keras, dapur bisa masak saja sudah alhamdulillah,”
ungkap Gunawan.
“Kami memang
terkadang dapat penghasilan perorang hampir seratus ribu, itupun kalau cuaca
bagus dan sangat ramai. Itupun kalau sirkulasi motor masuk dan keluarnya cepat,
nah kalau satu motor berjam-jam parkir ? Terus kalau hujan gini, kami hanya gigit jari
hujan-hujanan tanpa pemasukan, yang ada malah pengeluaran,” tambahnya sembari
menyeduh tehnya yang mulai dingin.
sampai hafal
rute dalam Sekaten. Tapi hanya karena lima ribu uang parkir saja sudah seperti
dipalak preman pasar. Sampe sampe ada yang ingin lapor pemerintah. Apa ya masuk
akal ?” tandas Gunawan dengan berharap orang-orang paham apa yang para juru
parkir rasakan.
0 komentar:
Posting Komentar