Cari

Jumat, 22 Desember 2017

Fenomena Ziarah yang Tidak Pernah Luntur


Terang telah berganti gelap. Pada malam jumat di setiap minggunya, makam Tubagus Sulaiman tidak pernah sepi dipadati peziarah.
Makam Tubagus Sulaiman terletak di area Pantai Wartawan. Lebih tepatnya, tempat ini berada di gua bukit gunung Botak. Makam ini merupakan tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat Lampung.
Semasa hidupnya, Tubagus Sulaiman adalah pengajar agama Islam yang suka berkeliling dari satu pulau ke pulau lain. Ia juga bisa disebut sebagai wali. Kawasan pantai Wartawan inilah yang menjadi tempat singgah pertamanya sebagai tujuan penyebaran agama Islam.
                                           
                                                        Murtado (27), warga sekitar pantai Wartawan

Murtado (27), warga sekitar pantai Wartawan mengatakan,  setiap malam jumat, tempat ini selalu dipadati pengunjung yang ingin berziarah. Para pengunjung itu berasal dari berbagai daerah, ada yang dari Banten, Aceh, Palembang, dan Bandung.
“Ya, biasanya tempat ini ramai untuk berziarah atau berdoa untuk mengabulkan permohonan” ungkapnya disela-sela kesibukannya.
Di sisi lain, sosiolog FISIP UPN Yogyakarta, Dr. Lukmono Hadi mengatakan fenomena ziarah massal ini tidak akan pernah luntur. Makam itu juga dianggap suci oleh sebagian masyarakat. Sebab, terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi keimanan seseorang.
“Ziarah ke makam secara massal tidak akan pernah luntur, sebab itu merupakan bentuk perbuatan amaliah” ungkap mantan Dekan FISIP UPN Yogyakarta ini.
Tambah Lukmono, ziarah sudah dikemas dalam bentuk wisata religi. Wisata ini biasa dilakukan secara bersamaan melalui agen perjalanan untuk berkunjung ke makam-makam yang dikeramatkan. Sesuatu yang dikeramatkan ialah bentuk konstruksi sosial.
Lebih lanjut, Lukmono memberi acuan berdasar Teori Realitas Sosial oleh Peter Berger dan Thomas Luckman yang mengatakan dalam proses sosial, manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Hal ini menimbulkan pandangan bahwa ziarah ke makam wali dan kyai sebagai wujud memperkuat kerohanian.
            Disamping itu juga, fenomena ziarah ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa berdoa di makam yang disucikan dapat mengabulkan doa. Hal ini kemudian yang mendorong masyarakat beriringan datang ke makam.
“Mereka menginginkan harapan yang terkabul” tambah ayah satu anak itu.
Meski demikian, ketika disinggung mengenai masyarakt Indonesia yang percaya hal mistis, Lukmono menjelaskan berdasarkan pemikiran Auguste Comte ada tiga  tingkatan intelegensi manusia. Salah satunya adalah tingkatan teologis yang meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa, roh, atau Tuhan.
“Pemikiran ini menjadi dasar mutlak untuk menjelaskan segala fenonema yang terjadi di sekitar manusia, sehingga terkesan irasional” tutupnya.


0 komentar:

Posting Komentar