Proses pengecatan wayang kulit Krisna C.P (153150029) |
Yogyakarta : fotnewsupnyk - Berbicara mengenai budaya di Indonesia tentu tak pernah ada habisnya. Salah
satu budaya yang telah menjadi identitas bangsa Indonesia yaitu wayang kulit
tradisional. Wayang kulit merupakan alat peraga dalam sebuah pertunjukan
pewayangan suku Jawa yang dimainkan oleh seorang dalang, dengan diiringi oleh
musik gamelan dan tembang yang dinyanyikan oleh seorang sinden. Wayang kulit menggambarkan
tokoh – tokoh di dunia pewayangan dengan berbagai macam karakternya.
Wayang kulit pernah menjadi tontonan dan hiburan tradisional favorit
pada zamannya. Namun kini era keemasan wayang kulit mulai berubah menjadi era keterpurukan
karena tergusur oleh modernisasi. Hanya segelintir orang yang masih peduli
terhadap kelestarian wayang kulit. Salah satunya ialah Suprih (53) yang
merupakan pemilik dari Rumah Kerajinan Wayang Kulit Pak Suprih. Lelaki paruh
baya asal Dusun Gendeng, Desa Bangunjiwo, kecamatan Kasihan, Bantul tersebut
telah puluhan tahun menggeluti bidang kerajinan wayang kulit.
Suprih Pemilik Rumah Kerajinan Krisna C.P |
Menurut Suprih, kini masyarakat telah mengesampingkan keberadaan wayang
dan lebih peduli terhadap daring mereka masing-masing. Dahulu orang-orang
datang memesan tokoh wayang kulit sesuai dengan keinginan mereka sebagai
koleksi. Tidak hanya dari domestik, pemesan wayang kulit Suprih juga tidak
sedikit yang dari mancanegara. Namun beberapa tahun belakangan ini, Suprih
tidak lagi banyak menerima pesanan.
“Sekarang produksi wayang kulit ditempat saya sudah tidak lagi sebanyak
dahulu. Orang – orang mulai tidak peduli dengan identitas bangsa mereka,
khususnya masyarakat Jawa terhadap wayang kulit. Omset kita menurun tajam
semenjak 10 tahun terakhir, tapi kita tetap selalu berusaha untuk ada untuk
pecinta wayang kulit,” tutur Suprih ketika ditemui dikediamannya.
Rumah Kerajinan Wayang Kulit Pak Suprih memiliki dua pekerja, yaitu Jati
(54) sebagai pemahat dan Parjiono (40) sebagai pengecat. Proses pembuatan
sebuah wayang kulit berukuran standar membutuhkan waktu dua minggu penggarapan.
Menggunakan kulit kerbau atau kulit sapi sebagai bahan dasarnya. Kemudian kulit
utuh tersebut direndam satu malam di sungai, dikeringkan, lalu dibersihkan bulu-bulunya
hingga menjadi kulit yang siap melewati proses penatahan atau pemahatan.
Bahan Baku Pembuatan Wayang Krisna C.P |
“Sekarang wayang tidak lagi menjadi idola, padahal wayang pernah menjadi
pertunjukan yang sangat ditunggu masyarakat setiap bulannya,” tambah Parjiono
yang sedang mengecat sebuah tokoh wayang.
Proses penatahan dilakukan Jati selama 4 hingga 6 hari pengerjaan,
tergantung tingkat kesulitan tokoh yang digarap. Setelah itu dilanjutkan Parjiono
dalam proses pengecatan yang memakan waktu kurang lebih 5 hari setiap tokohnya.
Proses penyelesaian dan pengemasan dilakukan oleh Suprih. Rumah Kerajinan
Wayang Kulit Pak Suprih hanya mematok harga Rp. 400.000 hingga Rp. 1.500.000
setiap tokoh wayang dengan ukuran standar. Tidak hanya wayang biasa, Suprih
juga memproduksi souvenir – souvenir wayang kecil sebagai oleh-oleh khas Jawa.
“Sudah sepantasnya masyarakat Jawa khususnya, kembali peduli terhadap
budayanya. Jangan menjadi orang Jawa yang hilang Jawanya. Kita diwariskan
sebuah kebudayaan yang sakral dan istimewa oleh leluhur kita, kita juga yang
harus melestarikannya,” ungkap Suprih sembari menghisap batang rokok disela
jarinya. (Krisna C.P)
Proses Pengecatan (2) Krisna C.P |
Penatahan Tahap Awal Krisna C.P |
Penatahan Tahap Akhir Krisna C.P FOTO SELENGKAPNYA |
0 komentar:
Posting Komentar