Kabupaten
Pesawaran merupakan salah satu daerah di wilayah Provinsi Lampung, terletak di
ujung selatan pulau Sumatera sebagai daerah yang terdekat dengan pulau Jawa.
Kabupaten Pesawaran sebagai kawasan asal muasal kerajinan tangan kain tapis. Kerajinan
kain tapis ini sebagai sarana masyarakat desa negeri Katon dalam menyelaraskan
kehidupannya baik terhadap lingkungan maupun sang pencipta alam semesta.
Menurut
Van der Hoop bahwa orang Lampung telah menenun kain brokat yang disebut nampan
(tampan) dan kain pelepai sejak abad ke-2 sebelum Masehi. Motif kain ini ialah
kait dan kunci, pohon hayat, dan bangunan yang berisilan roh manusia yang telah
meninggal. Terdapat juga motif binatang, matahari bulan, serta bunga melati.
Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Tapis juga memiliki unsur-unsur
yang sama dengan daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh
tradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia. Masuknya agama
Islam di Lampung juga memperkaya perkemabang kerajinan kain tapis.
Tapis
terbagi dalam beberapa jenis dan fungsinya masing-masing, salah satunya jenis
tapis jejama. Tapis jung sarat dan tapis cucuk pinggir termasuk dalam kategori
tapis jejama. Tapis jung sarat dipakai pada saat upacara perkawinan adat oleh
pengantin wanita. Kain ini dapat pula dipakai oleh kelompok istri kerabat yang
lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, pengantin serta muli cangget
(gadis penari) pada upacara adat, namun sesuai perkembangan zaman motif tapis
dipakai di dasar sehingga pakaian wabita dan pria terlihat mewah. Fungsi tapis
cucuk pinggir dipakai oleh kelompok istri dalam menghadiri pesta adat dan
dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin pada upacara perkawinan adat.
Wilayah
yang masih besar pengaruhnya dalam pelestarikan kerajinan kain tapis yaitu
negeri katon. Negeri katon sendiri merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten
Pesawaran, Lampung, Indonesia. Kecamatan ini tadinya merupakan kecamatan dari
Kabupaten Lampung Selatan. Sebagai kawasan asal muasal kain tapis, terdapat
beragam kain tapis. Mulai dari bisnis berbasis home industri hingga usaha
pembuatan kain tapis dalam skala besar.
Memasuki
desa Negeri Katon, tidak berbeda seperti desa-desa lain dalam kawasan provinsi
Lampung. Rumah-rumah sederhana berjajar rapih di jalan utama. Tanaman hijau dan
rimbun menghias di setiap halaman rumah yang luas. Ketika kita bertemu dengan
warga setempat, keramahtamahan langsung terasa. Bagi pengunjung yang suka
menyimak bahasa lampung asli, di desa Negeri Katon akan mudah menjumpai warga
bertutur sapa dengan bahasa Lampung pepadun kalaupun menggunakan bahasa
Indonesia, pastilah logat asli suku Lampung Pepadun terasa lekat.
Di
setiap halaman rumah kita langsung dimajakan dengan keahlian menyulam para
ibu-ibu saat mengerjakan produk kain tapi. Bapak-bapak atau pria dewasa
kebanyakan melakukan aktivitas bercocok tanam di kebun. Kain tapis sendiri
lebih banyak digunakan untuk acara nikahan dan hajatan. Kain tapis sendiri
merupakan mata pencaharian bagi ibu-ibu daerah negeri katon ini.
Di
salah satu halaman rumah kami mendatangi Dasmiwati. Di umur yang tua tangan
beliau sangat ulet dalam metenun kain tapis. Sejak tiga puluh dua tahun yang
lalu beliau sudah belajar menenun, wajar jika pengalamannya membuat dia sangat
terampil. Dasmiwati telah memiliki tiga
anak dan empat cucu. Salah seorang anaknya yang bernama Ayu yang memperkenalkan
dan mengajari Dasmiwati di dunia kain tapis. Alat-alat dan bahan untuk menapis
di beli beliau di toko.
Setelah
satu sampai dua bulan proses pembuatan kain tapis Dasmiwati menyuplai hasil
tenunannya ke toko surya agung dan kepada Redawati. Pengunjung yang langsung
datang bisa langsung membeli kain tapis ini. “Kain
tapis tersebut di jual dengan harga sekitaran Rp450.00,00 sampai
Rp550.000,00.’’, ungkap Dasmiwati saat di tanya di halaman rumah. Dasmiwati
menjelaskan lebuh lanjut bahwa paling susah saat membuat jenis tapi mata kibau,
dan motif tapis agung lagi trend di negeri katon ini.
Di
desa negeri Katon ini ada sosok yang dikenal sebagai salah seorang penggerak
industri kain tapis, yaitu keluarga Redawati. Redawati sendiri merupakan anak
dari Rohelawati. Sejak 16 tahun yang lalu Rohelawati telah menekunin kerajinan
kain tapis. Di usia yang cukup senja, kreatifitas Rohelawati memang patut diakui.
Ketekunan dalam menenun, menyulam satu persatu benang emas pada kain serat
hingga terwujudlah menjadi sebuah kain dan selendang. Penggunaan alat bantu
kacamata tidak menghambat Rohelawati dalam keuletannya menekunin kerajinan kain
tapis.
Keahlian Rohelawati
dalam kerajinan tapis merupakan keahlian turun-temurun. Beliau mengatakan ada
jalannya sendiri saat belajar menenun sehingga bisa membuat tapis. Keseharian
Rohelawati membantu anaknya menjual kain tapis. “Dulu
kita buat jual dengan harga murah, kami sempat berhenti jualan tapis karena
harga pasaran sangat rendah’’ , ungkap Rohelawati. Penghasilan dari penjualan
kain tapis sendiri untuk kehidupan sehari-hari, terbukti dengan keberhasilan
membangun sebuah rumah.
Menjadi
pengrajin tapis merupakan salah satu cara Rohelawati dalam melestarikan budaya
Lampung. Perekonomian industri kain tapis Rohelawati sempat pasang-surut.
Perekonomian industri kain tapis naik daun lagi saat anaknya balik dari diklat
di Jakarta. Redawati sukses menerapkan ilmunya dari diklat.
Sebelum
kesuksesan ini, Rohelawati mengalami proses pembuatan kain tapis dari nimbang
bambu, mengayam hingga selesai, dan mewarnai kain tapis. “ Dahulu kami hanya di bayar Rp20.000,00 perorang sampai
kain tapis selesai’’, ujar Rohelawati. Sekarang Rohelawati dapat
menikmatin hasil jerih payahnya dengan omset penjualan Rp800.000,00 sampai
nominal tertinggi Rp5.000.000,00 untuk satu hasil kain tapis. Kerajinan kain
Tapis Rohelawati sudah sampai pulau Jawa seperti ke kota Surabaya, Yogyakarta
dan Jakarta. Bantuan yang pernah dirasakan berupa tenggang waktu peminjaman
uang di bank Indonesia dan dari pemerintah menyiapkan stand untuk pameran.
Kain
tapis Lampung harus dirawat dengan hati-hati. Ada beberapa cara dalam perawatan
kain tapi khas Lampung. Berikut ini tips dan cara merawat kain tapis Lampung
agar kualitas terjaga. Cara perawatan yang pertama kain tapis disimpan di
lemari, dilipat dengan dibalik, apabila sudah lama di lemari harus sering
diangi-anginkan dan dikeluarkan. Cara kedua agar tapis tidak didatangi kecoa
atau rayap cukup diberi lada bulat di dalamnya dan cara terakhir kain tapis
cukup dicuci menggunakan deterjen cair dan dijemur dibalik dan jangan sampai
terlalu panas.
Kain
tapis Lampung memiliki keistimewaan. Keistimewaan kain tapis Lampung antara
lain : 1. Kain tapis merupakan kain tenun etnik Lampung. Kekhasan etnik Lampung
inilah yang menjadikan kain tapis memiliki corak, motif, dan perna-pernik
khusus yang tidak anda temui di produk kerajinan kain lainnya. 2. Kain tapis
dibuat dengan mempertahankan cara pembuatan tradisional, sehingga kain tapis
dibuat dengan tingkat ketelitian tinggi. Metode ini akan menghasilkan produk
kain tapis yang sangat rapi dan awet hingga bertahun-tahun 3. Sebagai hasil
kebudayaan nasional, maka sudah seharusnya kita turut melestarikan dan
memperkenalkan keberadaan tapis di Indonesia maupun di dunia. Oleh karenanya,
memiliki tapis sudah seharusnya menjadi sebuah kebanggan dan penghargaan terhadap
hasil karya warisan nenek moyang bangsa Indonesia 4. Motif kain tapis dikenal
sangat indah karena dibuat dengan metode sulaman tangan. Motifnya dirangkai
dengan benang emas atau perak dengan kualitas terbaik. Perpaduan metode sulaman
tangan dan bahan benang emas menjadikan tapis sebagai salah satu produk
keajinan yang terumit. Untuk menghasilkan sebuah kain tapis dengan motif dari
benang emas yang dibuat dengan sulaman tangan, setidaknya butuh waktu 2 bulan.
Untuk
para travel yang menyukai kerajinan tangan seperti kain tapis sangat pas untuk
mengunjungi kecamatan negeri katon di Kabupaten Pesawaran, Lampung, Indonesia.
Di daerah ini selain bisa berbelanja berbagai macam hasil kerajinan kain tapis, kita dapat langsung melihat
proses pembuatan dan kita juga akan
disambut keramahan masyarakat dan suasana yang asri. Negeri katon sangat pas
untuk menjadi destinasi liburan selanjutnya.
Rio adhitia rakhman
0 komentar:
Posting Komentar