Di tengah kuatnya arus globalisasi,
sebuah perpaduan globalisasi dan lokalisasi muncul menjadi glokalisasi,
menghadirkan nilai-nilai lokal untuk berkreasi di tingkat global. Produk-produk
tradisi dapat diangkat ke dunia internasional sebagai bagian dari pertukaran
kebudayaan.
Tidak terkecuali kain tapis Lampung.
Kain yang bercorak benang emas ini kian menancapkan tajinya di dalam maupun
luar negeri. Tercatat, puluhan agenda yang menampilkan kostum Indonesia banyak
memilih kain tapis sebagai bahan utama maupun pelengkap busana. Salah satunya,
Parade Pembukaan Olimpiade di Rio De Janeiro 2016 lalu dimana wakil ibu
pertiwi, atlet renang Yessy Yosaputra, mengenakan busana adat Lampung, lengkap
dengan juntaian kain tapis dan mahkota siger.
Adapula Elfin Pertiwi Rappa yang
berhasil menyabet penghargaan The Best National Customes dalam perhelatan Miss
International 2014 di Jepang karena kain khas Lampung itu. Tenunan kain tapis
Lampung yang ia kenakan didesain ekstravagan dan indah sehingga terlihat
berkelas.
Kain Tapis berbentuk tas
Kain tradisional Lampung memiliki ciri
khas, yakni sulaman benang emas. Menggunakan teknik tradisional, penenun
menyulam setiap helai benang dengan motif lereng, gunung hingga Menara Siger,
salah satu ikon provinsi tersebut.
"Kain tapis ini memang banyak
diincar orang asing, biasanya yang dari Eropa," ujar Dewi, salah satu
penenun tapis yang ditemui di Negeri Katon, Jumat (6/10/2017). Ia menceritakan
keindahan kain tapis yang ditenun dengan teliti dan seksama ini juga mengundang
niat warga negara Australia untuk melakukan penelitian. Selama satu bulan,
sekitar bulan Maret, orang Australia tersebut berada di Negeri Katon untuk
meneliti filosofi kain tapis.
"Ya, dia tertarik katanya, kain
tapis kan ada filosofinya," paparnya. Zaman dulu, kaum bangsawan Lampung
menggunakan kain tapis sebagai wujud kedudukan sosial. Namun, seiring
perkembangan waktu, desakralisasi terjadi. Kain tapis menjadi barang profan dan
sekunder, tetap digunakan untuk acara adat namun bisa juga menjadi komoditi
pasar. Melihat kekaguman orang terhadap kain tapis, tentu tidak bisa dilewatkan
sebagai salah satu warisan budaya yang juga mampu mengikuti selera pasar.
"Ivan Gunawan itu kalau beli tapis
di sini, untuk keperluan rancangan busananya," tambah dia. Dewi mengatakan
penenun kain tapis sudah menjadi bagian dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan
mengikuti berbagai macam pameran.
"Bulan lalu habis dari Jakarta, ini
sedang persiapan mau ke Singapura dulu," imbuhnya. Melihat kenyataan
tersebut, tidak dapat dipungkiri keindahan kain tapis mampu menyihir mata
internasional. Penggunaan kain tapis Lampung pun bergeser yang sebelumnya
digunakan hanya untuk acara adat. Kini kain tersebut bisa digunakan setiap hari
seperti kaos, kemeja maupun kerajinan seperti clutch, bukan lagi berbentuk lembaran.
0 komentar:
Posting Komentar