Cari

Jumat, 22 Desember 2017

Kain Tapis, Kian Tenar di Mata Dunia


Di tengah kuatnya arus globalisasi, sebuah perpaduan globalisasi dan lokalisasi muncul menjadi glokalisasi, menghadirkan nilai-nilai lokal untuk berkreasi di tingkat global. Produk-produk tradisi dapat diangkat ke dunia internasional sebagai bagian dari pertukaran kebudayaan.
Tidak terkecuali kain tapis Lampung. Kain yang bercorak benang emas ini kian menancapkan tajinya di dalam maupun luar negeri. Tercatat, puluhan agenda yang menampilkan kostum Indonesia banyak memilih kain tapis sebagai bahan utama maupun pelengkap busana. Salah satunya, Parade Pembukaan Olimpiade di Rio De Janeiro 2016 lalu dimana wakil ibu pertiwi, atlet renang Yessy Yosaputra, mengenakan busana adat Lampung, lengkap dengan juntaian kain tapis dan mahkota siger.
Adapula Elfin Pertiwi Rappa yang berhasil menyabet penghargaan The Best National Customes dalam perhelatan Miss International 2014 di Jepang karena kain khas Lampung itu. Tenunan kain tapis Lampung yang ia kenakan didesain ekstravagan dan indah sehingga terlihat berkelas.
                                   
Kain Tapis berbentuk  tas

Kain tradisional Lampung memiliki ciri khas, yakni sulaman benang emas. Menggunakan teknik tradisional, penenun menyulam setiap helai benang dengan motif lereng, gunung hingga Menara Siger, salah satu ikon provinsi tersebut.
"Kain tapis ini memang banyak diincar orang asing, biasanya yang dari Eropa," ujar Dewi, salah satu penenun tapis yang ditemui di Negeri Katon, Jumat (6/10/2017). Ia menceritakan keindahan kain tapis yang ditenun dengan teliti dan seksama ini juga mengundang niat warga negara Australia untuk melakukan penelitian. Selama satu bulan, sekitar bulan Maret, orang Australia tersebut berada di Negeri Katon untuk meneliti filosofi kain tapis.
"Ya, dia tertarik katanya, kain tapis kan ada filosofinya," paparnya. Zaman dulu, kaum bangsawan Lampung menggunakan kain tapis sebagai wujud kedudukan sosial. Namun, seiring perkembangan waktu, desakralisasi terjadi. Kain tapis menjadi barang profan dan sekunder, tetap digunakan untuk acara adat namun bisa juga menjadi komoditi pasar. Melihat kekaguman orang terhadap kain tapis, tentu tidak bisa dilewatkan sebagai salah satu warisan budaya yang juga mampu mengikuti selera pasar.
"Ivan Gunawan itu kalau beli tapis di sini, untuk keperluan rancangan busananya," tambah dia. Dewi mengatakan penenun kain tapis sudah menjadi bagian dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan mengikuti berbagai macam pameran.


"Bulan lalu habis dari Jakarta, ini sedang persiapan mau ke Singapura dulu," imbuhnya. Melihat kenyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri keindahan kain tapis mampu menyihir mata internasional. Penggunaan kain tapis Lampung pun bergeser yang sebelumnya digunakan hanya untuk acara adat. Kini kain tersebut bisa digunakan setiap hari seperti kaos, kemeja maupun kerajinan seperti clutch, bukan lagi berbentuk lembaran. 

0 komentar:

Posting Komentar