The Lost World, Proyek Siluman di Lereng Merapi
Pembangunan The Lost World Castle yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) dinyatakan telah melanggar peraturan. Bangunan megah tersebut dibangun sejak 2013 tanpa memiliki ijin dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPMPPT) Kabupaten Sleman.
Kerak Telur, Jajanan Betawi Yang Mendulang Untung di Perayaan Sekaten
Kerak telur banyak dijajakan di Perayaan Pasar Malam Sekaten (PMPS) yang berlangsung mulai tanggal 10 November hingga 30 November di Alun-alun Utara Yogyakarta. Kurang lebih ada sekitar 20 penjual kerak telur yang memanfaatkan event besar ini untuk mencari uang.
Rahasia Dari TPST Piyungan
“Rasa kepuasan membuat orang miskin adalah seseorang yang kaya, sementara rasa ketidakpuasan membuat orang-orang kaya menjadi seorang yang miskin”, kutipan dari Benjamin Franklin yang terpatri dijiwa Kusmiantoro. Bukan keluhan yang selalu ia lontarkan.
Mengenalkan Kulon Progo Melalui Komunitas Bule Mengajar
“ingin bermanfaat bagi orang lain dan daerah”, sebuah prinsip yang terdengar sederhana.
Ahmad Rewo : Commfest Adalah Rangkaian Cara Yang Sangat Basgus
Ahmad Jihad Akbar Rewo mengatakan semoga acara ini terus ada kedepannya, karena ini adalah sebuah rangkaian acara yang sangat bagus dan bermanfaat.
Selasa, 21 November 2017
Setan Merah Sukses Pecundangi Newcastel di Old Trafford
Senin, 20 November 2017
Ikon Lampung yang Terkikis Oleh Waktu
Minggu, 19 November 2017
BERMAIN DIKANDANG SENDIRI INDONESIA MENUAI KEKALAHAN
Walk Out Ananda Sukarlan saat pidato Anies Baswedan
Pasca Ditahan Imbang Oleh Swedia, Berlusconi Dukung Ancelotti Menjadi Pelatih Baru Italia
Sumber : dailymail.co.uk (Ancelotti kiri, Berlusconi kanan) |
Selasa, 14 November 2017
Ananda, Penyambung Lidah Ahok
Namun, yang menjadi masalah adalah ketika perbedaan digunakan untuk sarana memecah belah rakyat, sudah ditunggangi kepentingan-kepentingan segelintir oknum, bahkan digunakan sebagai alasan untuk mengucilkan sebuah kelompok tertentu. Saya rasa jika wujud dari perbedaan sudah seperti itu, maka demokrasi sudah keluar dari relnya, sudah digoyahkan pondasinya dan tinggal menunggu saat saat runtuhnya demokrasi.
Mungkin saja hal itu juga yang menjadi beban pikiran Ananda Sukarlan, seseorang yang dalam beberapa hari terakhir menjadi sorotan media karena aksinya yang mengundang kontroversi. Jelas itu sebuah kontroversi, karena menyinggung mengenai perbedaan yang dalam tanda kutip membawa nama agama dan melibatkan orang nomer satu di DKI Jakarta, Anies Baswedan. Ananda melakukan aksi Walk Out (WO) saat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berpidato dalam rangka HUT Kolese Kanisius ke-90.
Aksi WOnya sangat fenomenal, Ananda yang mendapat Penghargaan Kanisius beserta empat almunni Kolese Kanisius lainnya duduk di kursi VIP yang berada di depan sehingga aksinya menarik perhatian tamu lainnya dan kemudian diikuti oleh ratusan alumni lain. Ananda menganggap bahwa penyelenggara mengundang tokoh yang mendapatkan jabatannya melalui cara-cara yang bertentangan dengan ajaran kanisius.
“Justru kita di Kanisius itu menghargai perbedaan. Jadi bukan menggunakan perbedaan itu sebagai bahan memecah belah.”
“(Penyelenggara) Kita telah mengundang seseorang yang mendapatkan jabatannya dengan cara-cara yang berbeda integritas dan nilai-nilainya dengan cara-cara yang diajarkan oleh kita semua di Kanisius,” ungkap Ananda di atas podium.
Mungkin saja apa yang dilakukan ananda dan sebagian hadirin merupakan bentuk dari rasa diskriminasi terhadap kaum minoritas yang bersumber dari pernyataan mantan gubernur DKI, Basuki Cahaya Purnama yang sempat tersandung kasus penistaan agama.
Aksi 411 ataupun 212 yang menamakan diri sebagai aksi bela Islam memang dianggap sebagai bentuk ekspresi dan ruh demokrasi. Namun kita jangan lupa, pelaksanaannya sangat dekat dengan Pemilihan Kepala Daerah DKI, rawan sekali dengan susupan dan muatan politik.
Yang saya khawatirkan adalah jika protes walk out ini masih merupakan indikasi ketidakmampuan untuk melupakan perihnya kekalahan. Bentuk lain dari luapan emosi dari mereka yang terkucilkan, tersakiti, dan terdiskriminasi atas kegaduhan mengenai kasus penistaan agama.
Saya sendiri mengapresiasi Anies yang masih kukuh dan legowo dengan apa yang telah dilakukan sebagain hadirin dalam peringatan HUT ke 90 Kolese Kanisius Jakarta. Sebuah sikap menghargai demokrasi dari seorang pemimpin yang terpilih dari suara mayoritas masyarakat.
Saya tentu juga mengapresiasi tindakan WO sebagian hadirin yang memprotes kehadiran sosok Anies Baswedan, dalam hal demokrasi itu adalah tindakan yang wajar dan biasa. Bahkan bisa menjadi tanda bahwa perbedaan pandangan masih dihargai.
Namun secara etika, saya tidak membenarkan hal tersebut. Seseorang yang sudah diundang, apalagi seorang pemimipin tetapi ketika ia hadir justru dibalas dengan tindakan WO. Lebih tepatnya ini merupakan demokrasi yang salah momen.
Ananda Sukarlan Mewakili Sikap Golongan Seberang Anies
Memang tidak dapat dipungkiri, pilgub DKI yang dimenangkan Anies memang menyisakan pro kontra. Meskipun sudah tidak dapat diganggu gugat lagi siapa pemenangnya, ya Anies. Namun tidak sedikit masyarakat yang berfikir, kemenangan Anies mutlak karena memanfaatkan isu agama yang sedang menyandung si Ahok.
Persis seperti yang pernah di tweet oleh Buni Yani "semua hal yang mengatasnamakan agama, pasti akan laku." Seperti itu pula mungkin yang dimaksud oleh Ananda, cara Anies mendapatkan jabatannya tidak sesuai dengan nilai - nilai Kanisius.
Sungguh hal yang sangat sensitif apabila membahas tentang keyakinan. Wajar bila Ananda masih sakit hati dengan cara Anies sewaktu pilgub, dan membuatnya WO disaat Anies pidato.
Karena memang sangat disayangkan seorang Anies Baswedan, yang merupakan seorang Intelek tetapi menggunakan kombinasi isu agama untuk berpolitik. Dia memang menang, namun kemenangannya hanya untuk simpatisannya saja. Karena caranya itu dia akan tetap dianggap kalah oleh kelompok yang bersebrangan.
Salah satu yang belum dapat menerima kemenangan Anies bisa dikatakan ialah seorang Ananda Sukarlan. Mungkin dengan aksi WO yang dilakukan Ananda bisa memberi pelajaran bagi Anies. Dimana kemenangan politik tidak serta merta berarti memenangkan hati seluruh rakyatnya.
Ananda menjadi perwakilan dari banyak orang diluar sana yang mungkin tidak suka cara Anies berpolitik pada masa pilgub. Karena sangat tidak etis berpolitik menggunakan isu agama sebagai senjata. Meskipun aksi yang dilakukan oleh Ananda juga tak beretika, namun memiliki pesan yang jelas.
Arief Priyadi, Berusaha dengan Karya
Sumber Foto : google.com |
Rahasia dari TPST Piyungan
Sumber foto : uwiknanda.blogspot.com |
Wajah Baru Jurnalisme Musik
Sang Penjaga Toilet Umum Jembatan Janti
Lia Andarina Grasia, Raih Prestasi Melalui Komunitas Bule Mengajar
Lia menjadi pembicara dalam acara Kick Andy |